24 C
id

Sikapi Kekerasan Seksual Santriwati, Ombudsman NTB Dorong Satgas Pengawasan dan Pembinaan di Lembaga Pendidikan

Keteramgan Foto: Ketua Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Barat, Dwi Sudarsono.
iteNTB - Ketua Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Barat, Dwi Sudarsono mendorong pemerintah daerah dan Kementerian Agama setempat memberikan perlindungan hukum bagi santriwati korban pelecehan seksual yang terjadi di pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat.

"Seharusnya pemda dan Kemenag menyediakan layanan hukum jika kasus seperti itu, tentunya pemda tidak bisa sendiri harus melibatkan kepolisian dan kejaksaan dan dinas pelayanan anak," ujarnya di Mataram, Kamis.

Ia mengaku miris kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan di NTB masih saja kerap terjadi. Bahkan, dirinya melihat kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak di NTB sudah seperti fenomena gunung es.

"Ini seperti fenomena gunung es," kata Dwi Sudarsono.

Menurut dia, Ombudsman sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk di lembaga pendidikan siap terjun menangani persoalan tersebut, tentunya jika ada laporan yang masuk di lembaga tersebut. Namun demikian, tanpa ada laporan pun Ombudsman bisa melakukan penyelidikan.

"Kalau ada pelecehan seksual itu bisa dilaporkan ke Ombudsman. Termasuk kalau ada berkonsultasi. Ombudsman bisa bekerjasama untuk menyiapkan instrumen langkah pencegahan dan penanganan," terangnya.

Selain mendorong pemerintah daerah dan Kementerian Agama setempat memberikan perlindungan hukum bagi para santriwati korban pelecehan seksual. Pihaknya, mendorong setiap lembaga pendidikan baik itu sekolah, pondok pesantren, termasuk perguruan tinggi harus memiliki unit pengawas terhadap kekerasan, buli dan pelecehan seksual. Unit ini penting dimiliki untuk mencegah dan memberikan perlindungan terhadap tindakan-tindakan seperti itu.

"Seperti yang kita terima informasi, selama ini ada problem bahwa Kemenag pun sering kali kesulitan melakukan pengawasan di lingkungan Ponpes. Tapi, meski demikian mestinya itu tidak menjadi alasan atau dalih bagi Kemenag untuk membiarkan kasus-kasus seperti itu. Makanya, perlu ada penanganan yang terintegasi oleh Kemenang, pemda, kepolisian dan kejaksaan. Karena bicara bagaimana ada rehabilitasi fisikologi bagi para korban," ucap Dwi Sudarsono.

Disinggung adanya wacana untuk membentuk satgas pengawasan dan pembinaan asrama Ponpes, pihaknya menyambut baik sebagai bentuk pencegahan atau antisipasi berbagai bentuk pelanggaran di lingkungan asrama, termasuk kekerasan seksual. Namun, kalau pun ada satgas tidak terbatas di lingkungan Ponpes, melainkan di lembaga pendidikan lain juga harus dibentuk.

"Perlu juga ada kurikulum pendidikan seksual tapi itu sifatnya penyuluhan dan sosialisasi. Namun, sebetulnya terkait moralitas ini ada pada pendidikan agama dan disana bisa disisipkan. Tapi sering kali juga sekolah menutupi jika ada kasus kekerasan, pelecehan seksual, buli pada peserta didik. Padahal itu bukan soal jelek atau aduan. Tapi bagaimana kita menyelamatkan masa depan generasi," tuturnya.

Meski begitu, paling utama untuk mencegah kasus-kasus semacam ini terus terulang, adalah bagaimana memberikan tindakan hukum tegas sebagai langkah efek jera.

"Harus ada tindakan yang tegas dan ini harus menjadi atensi pemda dan Kemenag serta kepolisian dan yang lain. Karena kasus pelecehan seksual di sekokah tinggi," katanya.

Diketahui aparat kepolisian telah menetapkan seorang ustadz berinisial AF yang mengajar di salah satu ponpes di Kabupaten Lombok Barat, sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap sejumlah santriwati.

"Yang bersangkutan kami tetapkan sebagai tersangka atas perbuatan pencabulan dan persetubuhan terhadap santriwati," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Ajun Komisaris Polisi Regi Halili di Mataram, Kamis.

Penetapan AF sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada tahap penyidikan yang berlangsung Rabu (23/4) malam. Penyidik menindaklanjuti penetapan AF sebagai tersangka dengan menahan yang bersangkutan di ruang tahanan Markas Polresta Mataram. Dalam kasus ini, terdapat dua kategori laporan terkait pelecehan seksual perihal persetubuhan dan pencabulan.


Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Posting Komentar

Ads Single Post 4